Kamis, 16 Oktober 2014


Menganalisis kebijakan pertanian di Jawa Tengah



 Saat ini Departemen Pertanian telah menetapkan berbagai program prioritas diantaranya adalah Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS), dan Program Pengembangan Kawasan Horikultura (PKH). Oleh pemerintah pusat, Provinsi Jawa Tengah mendapat tugas untuk menjadi salah satu provinsi utama dalam mendukung keberhasilan program tersebut, karena potensi wilayah dinilai memadahi. 
  Dalam pengembangannya diperlukan pendekatan pembangunan yang mengacu pada komoditas unggulan, kewilayahan, pemeberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan serta sistem agibisnis. Pendekatan pembangunan pertanian yang mempertimbangkan hal tersebut salah satunya adalah pengembangan kawasan agropolitan.
 Agar pembangunan pertanian di Jawa Tengah dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka perlu mempertimbangkan kebijakan yang terkait dengan Undang – Undang Otonomi Daerah. Dalam kaitannya dengan kewenangan pembangunan pertanian, maka pemerintah daerah mempunyai peluang yang cukup luas dalam menentukan arah dan kebijaksanaan pembangunan pertanian sesuai dengan permasalahan, potensi dan karakter daerah.adapun hasil pengamatan-pengamatan yang ada di Jawa Tengah yaitu:


 1.informasi yang terkait dengan kebutuhan pangan di Jawa Tengah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang sampai saat ini sekitar 33.402. juta jiwa. Berarti akan membutuhkan beras sebanyak 2.803.429 ton beras. Berdasarkan angka ramalan III tahun 2009 produksi padi di Jawa Tengah 9.504.207 ton GKG atau setara sekitar 5.702.524 ton beras, artinya akan surplus sebanyak 2.899.095 ton. 

2. Selama enam tahun terakhir laju pertumbuhan produktivitas padi di Jawa Tengah adalah 1,30 %, sedangkan laju pertumbuhan produksi produksi rata – rata adalah 1,94 %. Apabila hal ini dikaitkan dengan produksi padi yang menerapkan pendekatan PTT sebenarnya masih dapat ditingkatkan produktivitas dan produksinya. Sebab berdasarkan hasil kajian usahatani padi di Jawa Tengah dengan pendekatan PTT dapat meningkatkan produktivitas berkisar antara 13,4 – 34,3%.

 3. Saat ini populasi sapi potong di Indonesia sekitar 10,8 juta ekor. Jumlah tersebut baru bisa memenuhi sekitar 66,2 % dari kebutuhan daging sapi nasional. Untuk memenuhi kekurangan terhadap daging sapi, Indonesia masih mengimpor sapi dan daging sapi dari beberapa negara seperti Australia dan Selandia Baru. Kondisi tersebut terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara jumlah sapi yang dipotong dengan laju permintaan dagingsapi . Apabila kebijaksanaan dalam pencapaian swasembada daging sapi tidak ada perubahan yang signifikan diperkirakan peranan sapi potong dalam penyediaan daging nasional akan semakin menurun, sebaliknya sapi dan daging impor akan semakin meningkat. Untuk itu pemerintah telah mencanangkan kebijakan dan program yang terkait dengan percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS). 

4. Populasi sapi potong di Jawa tengah saat ini sekitar 1.416.464 ekor. Dinamika atau perkembangan populasi sapi potong di Jawa Tengah selama sepuluh tahun terakhir rata-rata mengalami peningkatan 0.91%. Namun demikian pada tahun 2004-2005 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,22%, bahkan dari tahun 2005-2006 hanya 0,15%. Produksi daging sapi di Jawa Tengah saat ini sekitar 44,3 ribu ton/tahun. Atau mempunyai kontribusi sebesar 37 % dari produksi daging sapi nasional.

 5. Perkembangan produksi daging sapi di Jawa Tengah selama sepuluh tahun terakhir meningkat sebesar 6.57%. Namun, dari tahun 2002-2006 menunjukkan trend penurunan sebesar 3,98%. Fenomena ini secara implisit menunjukkan bahwa pada periode tersebut jumlah pemotongan ternak sapi sudah jauh di atas jumlah kelahirannya. Apabila yang diharapkan adalah dinamika populasi yang menunjukkan angka yang terus meningkat, maka langkah yang perlu ditempuh adalah meningkatkan angka kelahiran, meningkatkan produktivitas sapi penggemukan serta mencegah pemotongan sapi betina produktif. 

6. Komoditas utama sayuran dan bunga adalah bawang merah dan putih (kawasan Pantura), kentang (kawasan Dieng), kubis, wortel, tomat cabe merah, dan buncis (Kawasan Tawangmangu, Magelang, Gunung Slamet), bunga krisan ( Kabupaten Semarang. Buah – buahan utama yang dikembangkan adalah belimbing Demak), durian (dataran sedang), rambutan, salak ( kawasan Magelang dan Banjarnegara) Semangka, Melon (Grobogan, Demak, Sragen, Karanganyar). 

7. Sejak 2003 sampai 2009 Provinsi Jawa Tengah sudah mengimplementasikan konsep pembangunan kawasan agropolitan di 10 kabupaten yaitu Pemalang, Semarang, Magelang, Karanganyar, Boyolali, Brebes, Batang, Banjarnegara, Purbalingga, dan Wonosobo. Pada 2010 pengembangan kawasan agropolitan dikembangkan lagi sebanyak enam kabupaten yaitu Kabupaten Purworejo, Pekalongan, Cilacap, Banyumas, Temanggung dan Demak. 

8. Pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Purworejo 2010 akan dipusatkan di Kawasan Agropolitan Bagelen (KAB) yang terdiri dari Kecamatan Bagelen, Kaligesing, Purwodadi dan Ngombol. Kawasan tersebut merupakan Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I yaitu Kecamatan Ngombol dan Kaligesing serta SWP II yaitu Kecamatan Bagelen dan Purwodadi. 

 9. Berdasarkan hasil diskusi dengan para tokoh petani dan pedagang di kawasan tersebut, komoditas yang diunggulkan tampaknya tidak seluruhnya sama dengan yang direncanakan, seperti mlinjo dan rambutan belum dinilai sebagai komoditas unggulan. Berdasarkan hasil diskusi komoditas yang perlu dikembangkan adalah kelapa untuk industri gula aren, manggis, durian, padi, jagung, sapi dan kambing. 


3 komentar: